TUGAS
MATA KULIAH
SEMINAR BAHASA & SASTRA
MAKALAH
Kesalahan Penggunaan Afiksasi yang
Berpengaruh
Terhadap
Tata Bahasa Siswa MI
Nama :
Muh. Munip
NIM : 112 11B 0024 M
Semester :
VIII Reguler Sore
FAKULTAS KEJURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (FKIP)
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM
TAHUN 2013 - 2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Swt. Yang dengan
rahmat serta karunia-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat terselesaikan
dengan baik.
Rampungnya penyusunan masalah ini tidak terlepas dari bimbingan
ibu dosen dan bantuan teman-teman serta dukungan dari istri dan anak- anakku
tercinta.
Penulis telah mencoba untuk membuat dan menyajikan
makalah ini dalam bentuk sesederhana mungkin. Semoga makalah ini dapat berguna
bagi penulis sendiri dan bagi pembaca, sehingga dapat menambah wawasan kita
dalam menghadapi permasalahan afiksasi pada siswa tingkat Madrasah Ibtida’iyah.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada
semua pihak yang telah membantu hingga selesainya makalah ini tepat pada
waktunya. Kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi
perbaikan dan kesempurnaan makalah ini di masa yang akan datang.
Bagik Polak, 15 Juni 2014
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Morfologi adalah cabang linguistik yang
mengidentifikasi satuan-satuan dasar bahasa sebagai
satuan gramatikal. Dalam kaitannya dengan kebahasaan, yang
dipelajari dalam morfologi ialah bentuk kata. Selain itu, perubahan bentuk kata
dan makna (arti) yang muncul serta perubahan kelas kata yang disebabkan perubahan
bentuk kata itu, juga menjadi objek pembicaraan dalam morfologi. Dengan kata
lain, secara struktural objek pembicaraan dalam morfologi adalah morfem pada
tingkat terendah dan kata pada tingkat tertinggi. Itulah sebabnya, dikatakan
bahwa morfologi adalah ilmu yang mempelajari seluk beluk kata (struktur kata)
serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap makna (arti) dan kelas
kata.
Di dalam tata bentukan (morfologi) bahasa Indonesia, terdapat
istilah morfem. Morfem adalah satuan terkecil yang memiliki makna.
Berdasarkan definisi tersebut, buku adalah morfem karena
menjadi bentuk terkecil yang memiliki makna. Di pihak lain juga terdapat
kata berbuku, meskipun dikatakan sebagai morfem, tapi masih dapat
dipilah menjadi morfem-morfem, yaitu ber- dan buku. Ber- dikatakan
sebagai morfem karena satuan terkecil ini masih memiliki arti, yaitu mempunyai. Morfem
yang dapat berdiri sendiri, seperti buku, dinamakan morfem bebas, sedangkan
yang melekat pada bentuk lain, seperti ber-, dinamakan morfem terikat.
Contoh berbuku di atas adalah satu kata yang terdiri atas dua
morfem, yakni dua satu terikat ( ber-) serta satu morfem
bebas (buku).
Kata perbesar juga merupakan contoh kata yang telah
mengalami proses morfemis atau proses morfologis. Proses morfemis yang terjadi
pada kata perbesar adalah pembubuhan depan dengan morfem
terikat depan dalam bahasa Indonesia yaitu pembubuhan per- pada
kata dasar besar. Peristiwa ini merupakan sebuah proses
afiksasi yang dikenal dengan prefiks. Proses afiksasi merupakan salah satu
proses morfemis yang terjadi dalam tata bentukan (morfologi) bahasa Indonesia
yang sering menimbulkan masalah dalam hal ketepatan penggunaannya terutama
dalam kalangan siswa MI (Madrasah Ibtida’iyah) yang baru mengenal sebuah tata
bahasa.
Oleh karena itu, penulis mencoba memaparkan permasalahan
penggunaan afiksasi dalam makalah yang berjudul “Kesalahan Penggunaan
Afiksasi yang Berpengaruh Terhadap Tata Bahasa Siswa MI” ini.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalahnya
adalah, sebagai berikut:
1. Apa sajakah seluk
beluk morfologi?
2. Bagaimana wujud
afiksasi dalam bahasa Indonesia?
3. Apa saja permasalahan
afiksasi yang terdapat pada siswa MI ?
4. Bagaimana cara
mengatasi permasalahan afiksasi pada siswa MI ?
C. Tujuan penulisan
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka penulisan makalah
ini bertujuan untuk membantu pendidik dalam mengajarkan kepada siswanya tentang
ketepatan penggunakan afiksasi dalam pembelajaran bahasa Indonesia, khususnya
di tingkat Madrasah Ibtida’iyh.
D. Manfaat Penulisan
Hasil penulisan ini nantinya di harapkan dapat memberikan
manfaat bagi berbagai pihak. Khususnya bagi siswa MI yang sulit untuk
menempatkan afiksasi dengan benar dalam tata bahasanya serta bagi pendidik dan
calon pendidik yang nantinya akan membimbing siswa dalam pembelajaran afiksasi
bahasa Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Seluk Beluk Morfologi
Kata Morfologi berasal dari kata morphologie. Kata
morphologie berasal dari bahasa Yunani morphe yang digabungkan
dengan logos. Morphe berarti bentuk dan dan logos berarti ilmu.
Bunyi yang terdapat diantara morphed dan logos ialah bunyi yang biasa muncul
diantara dua kata yang digabungkan. Jadi, berdasarkan makna unsur-unsur
pembentukannya itu, kata morfologi berarti ilmu tentang bentuk. Dalam kaitannya
dengan kebahasaan, yang dipelajari dalam morfologi ialah bentuk kata.
Dalam bahasa ada bentuk (seperti kata) yang dapat
dipotong-potong menjadi bagian yang lebih kecil, yang kemudian dapat dipotong
lagi menjadi bagian yang lebih kecil lagi sampai ke bentuk yang, jika dipotong
lagi, tidak mempunyai makna. Kata memperbesar, misalnya, dapat
kita potong sebagai berikut:
mem-perbesar → per-besar
Jika besar dipotong lagi, maka be- dan sar- masing-masing
tidak mempunyai makna. Bentuk seperti mem-, per- dan besar disebut
morfem. Morfem yang dapat berdiri sendiri, sepertibesar, dinamakan
morfem bebas, sedangkan yang melekat pada bentuk lain, seperti mem-dan per-, dinamakan
morfem terikat. Dengan batasan itu, maka sebuah morfem dapat berupa kata
(seperti besar di atas), tetapi sebuah kata dapat terdiri atas
satu morfem atau lebih. Contoh memperbesar di atas adalah satu
kata yang terdiri atas tiga morfem, yakni dua morfem terikat mem- dan per- serta
satu morfem bebas besar
Dalam tata bentuk (morfologi) bahasa indonesia terdapat proses
morfologis atau proses morfemis. Proses morfemis merupakan proses pembentukan
kata bermorfem jamak baik derivatif (apabila kata bermorfem jamak secara
sintaksis berdistribusi dan mempunyai ekuivalen dengan semua kata bermorfem
tunggal) maupun inflektif (apabila kata bermorfem jamak tidak mempunyai
ekuivalen dalam distribusi sintaksis dengan sebuah kata bermorfem tunggal).
Pada umumnya proses morfemis dibedakan atas 6 macam, yaitunya
sebagai berikut:
1) Proses Afiksasi yaitu
proses pembubuhan afiks pada sebuah dasar atau bentuk dasar. Dilihat dari
posisi melekatnya pada bentuk dasar biasanya afiks terdiri dari prefiks,
infiks, sufiks, konfiks. Seperti, prefiks me- pada kata melawan (kata
dasar lawan).
2) Proses Reduplikasi
yaitu proses morfemis yang mengulang bentuk dasar, baik secara keseluruhan,
seperti meja-meja, reduplikasi sebagian (parsial),
seperti lelaki (dari dasar laki-laki) maupun dengan perubahan
bunyi, seperi bolak-balik (dari dasar balik).
3) Proses Komposisi yaitu
proses penggabungan morfem dasar dengan morfem dasar, baik yang bebas maupun
yang terikat, sehingga terbentuk sebuah konstruksi yang memiliki identitas
leksikal yang berbeda atau yang baru. Seperti, lalu lintas, daya
juang, dan rumah sakit.
4) Konversi, Modifikasi
Internal, dan Suplesi. Konversi adalah proses pembentukan kata dari sebuah kata
menjadi kata lain tanpa perubahan unsur segmental. Modifikasi Internal adalah
proses pembentukan kata dengan penambahan unsur-unsur (yang biasanya berupa vokal)
ke dalam morfem yang berkerangka tetap (yang biasanya berupa konsonan). Ada
jenis modifikasi internal lain yang disebut suplesi yaitu perubahannya sangat
ekstrem karena cirri-ciri bentuk dasar tidak ada atau hampir tidak tampak lagi.
5) Proses Pemendekan
yaitu proses penanggalan bagian-bagian leksem atau gabungan leksem sehingga menjadi sebuah bentuk singkat,
tetapi maknanya tetap sama dengan bentuk utuhny. Hasilnya disebut kependekan.
Seperti, bentuk lab (utuhnya laboratorium)
6) Produktivitas Proses
Morfemis yaitu dapat tidaknya proses pembentukan kata itu, terutama afiksasi,
reduplikasi dan komposisi, digunakan berulang-ulang yang secara relative tidak
terbatas; artinya, ada kemungkinan menambah bentuk baru dengan proses tersebut.
B. Wujud Afiks dalam
Bahasa Indonesia
Kata yang dibentuk dari kata lain pada umumnya mengalami
tambahan bentuk pada kata dasarnya. Kata seperti (bertiga, ancaman, gerigi, dan berdatangan) terdiri atas kata
dasar (tiga,ancam,gigi, dan datang) yang masing-masing
dilengkapi dengan bentuk yang berwujud (ber-,an-,-er-, dan ber-an). Bentuk (atau morfem) terikat yang dipakai
untuk menurunkan kata dinamakan afiks atau imbuhan. Keempat
bentuk terikat di atas adalah afiks atau imbuhan. Afiks yang di tempatkan di
bagian muka suatu kata dasar disebut prefiksatau awalan. Bentuk
atau morfem terikat seperti ber-, meng-, peng-, dan per- adalah
prefiks atau awalan. Apabila morfem terikat ini digunakan di bagian
belakang kata, maka namanya adalah sufiks atau akhiran. Morfem
terikat seperti -an, -kan, dan -i adalah
contoh sufiks atau akhiran. Infiks atau sisipan adalah
afiks yang diselipkan di tengah kata dasar. Bentuk seperti -er- dan -el- pada gerigi dan geletar adalah
infiks atau sisipan.
Gabungan prefiks atau sufiks yang membentuk suatu kesatuan
dinamakan konfiks. Kata berdatangan, misalnya,dibentukdarikatadasar datang dankonfiks ber-an yang
secara serentak diimbuhkan. Kita harus waspada terhadap bentuk yang mirip
dengan konfiks, tetapiyang bukan konfiks karena proses penggabungannya tidak
secara serentak. Kataberhalangan misalnya pertama-tama dibentuk
dengan menambahkan sufiks -an pada dasarhalang sehingga
terbentuk kata halangan. Sesudah itu barulah prefiks ber- diimbuhkan.
Jadi ber-an pada berdatangan adalah konfiks
karena afiks itu merupakan kesatuan. Tidak ada bentuk datangan. Sebaliknya, ber-an pada berhalangan bukan
konfiks karena merupakan hasil proses penggabungan prefiks ber- dengan berhalangan.
C. Analisis Kesalahan
Afiksasi Siswa MI
Siswa MI adalah siswa tingkat sekolah dasar yang baru mengenal
tatanan bahasa Indonesia. Di bangku sekolah dasar ini, siswa tersebut mengenal
tatanan bahasa indonesia yaitu berupa pelajaran penggunaan imbuhan yang mana
kita kenal dalam istilah afiksasi.
Berbagai permasalahan afiksasi yang dialami siswa MI diantaranya
adalah sebagai berikut:
(1) Dalam membuat kalimat, siswa sulit untuk
meletakkan afiks dengan benar.
Contoh:
Kebersihan Lingkungan
Di tempat kami tinggal setiap 1 bulan sekali mengadai
kegiatan gotong royong. Kegiatan ini diketuakan oleh pak kepala dusun. Warga
dianjurkan membawa sapu lidi dan cangkul untuk membersihkan sampah-sampah yang
berada di lingkungan setempat. Dengan adanya kegiatan ini, lingkungan pun jadi
bersih.
Perbaikan terhadap kesalahan afiksasi pada karangan di atas,
adalah sebagai berikut:
Kebersihan Lingkungan
Di tempat kami tinggal setiap 1 bulan sekali mengadakan kegiatan
gotong royong. Kegiatan ini diketuai oleh pak kepala
dusun. Warga dianjurkan membawa sapu lidi dan cangkul untuk membersihkan
sampah-sampah yang berada di lingkungan setempat. Dengan adanya kegiatan ini,
lingkungan pun menjadi bersih.
(2) Dalam proses afiksasi,
siswa sulit membedakan bentuk dasar yang harus luluh dengan yang tidak luluh
Contoh:
1. Ibu guru merubah jadwal
piket kebersihan kami.
2. Pada saat ujian,
seluruh siswa dilarang menyontoh.
3. Lintah darat itu mensita semua
harta benda kami.
Perbaikan prefiks dari contoh di atas adalah:
1) Ibu guru mengubah jadwal
piket kebersihan kami.
2) Pada saat ujian,
seluruh siswa dilarang mencontoh.
3) Lintah darat itu menyita semua
harta benda kami.
(3) Siswa sulit untuk membedakan di- sebagai prefiks dengan di- sebagai preposisi
Contoh:
1. Kursi itu di
beli ayah.
2. Aku tinggal dirumah nenek.
3. Kakak di pukul adik.
Perbaikan prefiks dari contoh di atas adalah:
1) Kursi itu dibeli ayah
2) Aku tinggal di
rumah nenek
3) Kakak dipukul adik.
D. Penyebab Kesalahan
Afiksasi Siswa MI/SD
Bahasa merupakan alat komunikasi yang sangat penting dalam
kehidupan manusia, dengan bahasa juga dapat saling bertukar pikiran,
gagasan, pengetahuan serta dapat menjalin hubungan silaturrahmi dengan
baik. Dengan bahasa pula kita dapat mengenal asal usul seseorang. Dengan bahasa
pula cara hidup dan berfikir manusia dapat dipengaruhi, untuk itu bahasa adalah
alat untuk mengenal dunia.
Dalam belajar bahasa, siswa mengembangkan
kemampuannya untuk memahami dan memproduksi bahasa. Pengembangan
tersebut meliputi belajar menyusun bahasa dan penggunaannya dalam
berkomunikasi. Kemampuan berbahasa anak bervariasi. Pada umumnya anak yang
memiliki kemampuan berbahasa yang baik yang diperoleh dari kebiasaan
komunikasinya dengan menggunakan bahasa sehari-hari mereka. Anak yang kacau
kemampuan berbahasanya atau perkembangan bahasanya belum sampai pada tingkat
kebahasaan yang digunakan dalam bacaan dimungkinkan akan mengalami kesulitan
dalam menggunakan tata bahasa yang benar. Faktor-faktor yang mungkin
menyebabkan kegagalan siswa dalam belajar, terutama pada kesalahan penggunaan
afiksasi yaitu sebagai berikut:
1. Adanya
kebiasaan menyepelekan afiksasi bahasa Indonesia
Misalnya, kesalahan penulisan
prefiks di-. Pemasalahannya adalah siswa tidak dapat membedakan
mana prefiks di- yang harus digabung dengan kata dasar serta prefiks di- yang
harus dipisah dengan kata dasar. Pengalaman selama ini menunjukkan bahwa
kemampuan peserta didik dalam penulisan afiksasi amat lemah, terutama pada
siswa sekolah dasar. Hal semacam ini dikarenakan pengetahuan dalam menulis
masih kurang, ataupun pembelajaran yang didapatkan belum maksimal atau mencapai
tujuan, dan dampaknya adalah adanya kebiasaan menyepelekan afiksasi yang tepat
dalam menulis. Hal ini seiring dengan kurangnya pengetahuan siswa tentang
aturan penggunaan afiks tersebut.
2. Kurang
efektifnya cara pembelajaran yang dipakai
Pada umumnya siswa sekolah dasar belum menguasai tata bahasa
Indonesia secara sempurna, padahal usia mereka sudah berada di ambang pintu
berakhirnya masa paling peka di dalam proses pemerolehan bahasa. Jika ternyata
benar bahwa penguasaan bahasa Indonesia siswa Sekolah Dasar memang seperti itu
keadaannya, ini berarti bahwa akan semakin lebih sulit lagi pada tahun-tahun
berikutnya bagi para pendidik untuk membenahi kemampuan berbahasa Indonesia
siswa-siswa lulusan Madrasah Ibtida’iyah atau Sekolah Dasar
Jadi, kemampuan menggunakan afiks yang benar, dirasa
kurang memadai bagi para siswa MI. Pembelajaran afiksasi ditingkat tersebut
masih kurang, bukan karena kemampuan anak-anak MI tersebut, melainkan cara pembelajaran
bahasanya yang perlu kita tinjau kembali, sebab peranan guru dan
anak sangat berpengaruh dalam proses pembelajaran
bahasa.
3. Kebiasaan
menggunakan afiksasi yang salah dalam kehidupan sehari-hari
Anak yang kacau kemampuan berbahasanya atau
perkembangan bahasanya yang disebabkan pengaruh kehidupan sehari-harinya
dimungkinkan akan mengalami kesulitan dalam menggunakan tata bahasa yang
baik. Salah
satu contoh kata yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah mencuci. Mencuci
adalah kata dasar cuci yang mengalami proses afiksasi yaitu
prefiks me-.
Benar
|
Salah
|
Mencuci
|
Menyuci
|
Jika dilakukan perbandingan penggunaan antara kata mencuci
dengan menyuci, maka menyuci adalah kata yang lebih dominan digunakan dalam
kehidupan sehari-hari. Hal ini disebabkan karena menyuci lebih mudah untuk
diucapkan dibandingkan kata mencuci. Lambat laun, hal ini telah menjadi
kebiasaan dalam kehidupan, bahkan hal ini juga dialami siswa MI dalam penulisan
kalimat. Fakta ini beranjak dari kebiasaan pengucapan dan berakhir pada
kebiasaan penulisan.
4. Siswa kurang memahami
makna dari setiap variasi afiks.
Hal ini disebabkan
karena siswa itu tidak mengetahui setiap makna dari afiks yang digunakan. Dalam
pengamatan terdapat beberapa kesalahan berbahasa siswa usia sekolah dasar pada
taraf morfologi. Kesalahan berbahasa tersebut di antaranya berupa penggunaan
afiks meng-i dan meng-kan.
Misalnya, (Di tempat kami
tinggal setiap 1 bulan sekali mengadai kegiatan gotong
royong). Penggunaan imbuhan
meng-i pada kata (mengadai)
seharusnya (mengadakan) karena maksud kata itu adalah ‘membuat
jadi ada’. Jika digunakan konfiks meng- kan yang memiliki
makna ‘membuat jadi atau menganggap sebagai apa yang disebut kata dasarnya
(ada)’
E. Cara Mengatasi
Kesalahan Afiksasi Siswa MI
Dalam kegiatan kebahasaan, yang menjadi permasalahan bukan saja
hal-hal yang berhubungan dengan aspek menulis tapi juga berhubungan dengan
aspek berbicara. Oleh karena itu dalam makalah ini, penulis memaparkan berbagai
cara mengatasi kesalahan afiksasi yaitunya dimulai dari aspek berbicara dan
diakhiri dengan aspek menulis.
1) Dalam memberikan
pembelajaran, guru harus menggunakan kalimat dengan afiksasi yang benar
Berbicara adalah suatu hal yang mutlak dilakukan oleh setiap
orang dalam kehidupan. Aspek berbicara adalah hal yang paling sulit untuk
mengatasi permasalahan afiksasi. Hal ini disebabkan karena afiksasi adalah
suatu proses pembentukan kata yang mengutamakan struktur kata. Walaupun
demikian, aspek berbicara tetap berperan dalam hal mengatasi permasalahan
afiksasi karena semua kesalahan afiksasi itu dimulai dari kesalahan berbicara
(pengucapan) dan diakhiri oleh kesalahan penulisan.
Cara mengatasi masalah afiksasi melalui aspek berbicara adalah
pendidik harus mengarahkan siswa untuk berbicara dengan senantiasa menggunakan
kata-kata yang sesuai dengan afiksasi yang benar. Misalnya, dalam berbicara
dengan siswa, pendidik harus menggunakan afiksasi yang benar. Guru adalah
model, apabila guru berbuat benar maka siswa juga mendapatkan sebuah kebenaran
dan sebaliknya apabila guru berbuat salah maka siswa juga akan mengalami
kesalahan sebab siswa MI adalah anak yang suka
meniru, mereka cendrung meniru kebiasaan gurunya yang telah
menjadi model dalam kehidupannya.
Contoh kecil dari kata yang dapat digunakan oleh guru dalam
proses pembelajaran afiksasi agar siswa senantiasa dapat secara tepat
menggunakan afiksasi itu adalah kata ‘mencontoh’ bukan ‘menyontoh’. Guru dapat
membiasakan menerapkan ketepatan afiksasi mencontoh itu dalam kegiatan
pembelajaran. Seperti, ketika akan ujian guru dapat mengatakan kepada siswanya
‘jangan mencontoh saat
ujian’.
2) Guru sebaiknya
memberikan pembelajaran yang efektif
Memberikan pelajaran afiksasi tidaklah semudah yang dipikirkan.
Apabila afiksasi salah, maka kalimat yang dibuatpun tidak akan sempurna karena
hal ini menyebabkan tata bahasa yang digunakan menjadi kacau. Guru sebagai
pendidik amatlah berperan penting dalam mengatasi masalah kesalahan afiksasi
pada peserta didiknya. Guru hendaknya memberikan cara pembelajaran yang efektif
dalam bahasa Indonesia sehingga kesalahan tata bahasa Indonesia terutama
afiksasi dapat diminimalisir. Pembelajaran afiksasi yang efektif yang dapat
membantu tata bahasa afiksasi siswa MI adalah:
a) Guru dapat membiasakan
pengajaran memahami makna dari setiap afiksasi yang digunakan.
Dengan mengetahui makna setiap afiksasi tersebut, maka siswa akan lebih mudah
mencocokan afiksasi yang benar dalam penulisan kalimat.
Contoh:
Ø Karena ibu akan ulang
tahun, adik memesankan ibu baju baru di Butik Nirmala.
Ø Karena ibu akan ulang
tahun, adik memesan ibu baju baru di Butik Nirmala.
Berdasarkan contoh di atas, kata ‘memesankan’ lebih tepat
digunakan dibandingkan dengan ‘memesan’. Karena makna kata memesan, lebih mudah
dimengerti dan cocok dengan maksud dari kalimat tersebut. Jika menggunakan
kata memesan yang bermakna melakukan pekerjaan pesan. Kata
tersebut tidaklah cocok, yang mengakibatkan makna dari kalimat tersebut tidak
dapat disampaikan secara tepat. Tapi jika kata yang digunakan adalah memesankan yang
bermakna melakukan pekerjaan pesan untuk orang lain, hal ini
amat cocok dan tepat karena sesuai dengan topik pembicaraan dari kalimat
tersebut yaitu Adik melakukan pekerjaan pesan baju untuk ibu di Butik
Nirmala.
Misalnya, table di bawah ini dapat membantu guru dalam
mengajarkan makna setiap variasi afiksasi yang ada dalam strukur kebahasaan.
Prefiks me-
|
Menghasilkan sesuatu
|
Menyayur, menyambal
|
Melakukan pekerjaan
|
Menulis, mendengar
|
|
Melakukan pekerjaan
dengan alat
|
Mencangkul, menyapu
|
|
Memberi atau
membubuhi
|
Mengapur, menambal
|
|
Mengeluarkan bunyi
|
Mendesis, mengeong
|
|
Mengeluarkan atau
menampilkan
|
Menari, melompat
|
|
Sisipan -el-
|
Menyatakan banyak
|
Geletar
|
Menyatakan alat
|
Telunjuk
|
|
Pelaku pekerjaan
|
Pelatuk
|
|
Menyatakan berulang-ulang
|
Jelajah
|
|
Sufiks –an
|
Benda/alat
|
Ayunan
|
Melakukan kegiatan
|
Latihan
|
|
Tempat
|
Lapangan
|
|
Yang di...
|
Tulisan
|
|
Konfiks meng-kan
|
sesuatu tindakan
|
Mengadakan
|
Sesuatu menjadi..
|
Membetulkan
|
|
Membawa ke tempat..
|
Memejahijaukan
|
b) Dalam
memberikan pelajaran afiksasi, sebaiknya guru memaparkan afiksasi yang salah dengan afiksasi yang
benar secara berbarengan serta aturan penulisannya.
Hal
ini dengan mudah dapat membantu siswa MI untuk mengetahui
kesalahan penggunaan afiks.
Ø Bentuk
dasar luluh dan tidak luluh
Contoh:
Afiks+bentuk dasar
|
Afiksasi salah
|
Afiksasi yang benar
|
Me+susup
|
Mensusup
|
Menyusup
|
Me+karang
|
Menkarang
|
Mengarang
|
Me+cubit
|
Menyubit
|
Mencubit
|
Me+syukur
|
Mensyukuri
|
Menyukuri
|
Dari contoh diatas, guru dapat memberikan penjelasan
tentang aturan dari proses peluluhan sehingga siswa lebih mengerti tentang
struktur afiksasi itu. Seperti,
§ Huruf
fonim k, p, t, dan s diawal bentuk dasar luluh sehingga yang terjadi adalah
urutan bentuk: meng-, mem-, men-, dan meny-.
§ Huruf
c dan sy di awal bentuk dasar tidak luluh. Bentuk penulisannya menjadi: menc-
dan mensy-.
Ø Digabung
atau tidak digabungnya prefiks di- dengan kata dasarnya
Contoh:
di-+bentuk dasar
|
Bentuk yang salah
|
Bentuk yang benar
|
di+beli
|
di beli
|
Dibeli
|
di+pukul
|
di pukul
|
dipukul
|
di+meja
|
Dimeja
|
di meja
|
di+rumah
|
Dirumah
|
di rumah
|
Untuk membantu siswa lebih memahami tentang
struktur penggunaan afiks di-, maka guru dapat memaparkan tentang
aturan penggunaan afiks di- tersebut yaitunya: jika di- diikuti
dengan kata yang menunjukan tempat, maka penulisannya harus dipisahkan.
Dengan cara di
atas, maka guru dengan mudah dapat membantu siswa dalam memahami pelajaran
afiksasi dan siswa dapat lebih mengerti tentang penggunaan afiksasi yang benar.
3) Guru harus sering memberikan latihan, pekerjaan rumah
bahkan remedi pada siswa
Hal ini dilakukan agar siswa dapat benar-benar
memahami pembelajaran afiksasi sehingga dalam setiap
penulisan kata-kata ataupun kalimat, siswa tersebut dapat menampilkan kalimat
dengan afiksasi yang benar sehingga kalimat yang dibuat oleh siswa tersebut tidak kacau atau rancu lagi serta
siswa tersebut tidak akan menyepelekan afiksasi bahasa Indonesia lagi.
Afiksasi merupakan imbuhan yang mana afiksasi ini sering digunakan dalam setiap
pembelajaran bahasa maupun pembelajaran lainnya yang berhubungan denga kata
ataupun kalimat. Ketidaktepatan penggunaan afiksasi adalah salah satu dari
sekian banyak contoh fenomena kesalahan tata bahasa Indonesia yang sering
ditemukan dikalangan siswa T baingkat MI bahkan sampai ke perguruan tinggi.
Jadi, setiap permasalahan afiksasi di tingkat dasar haruslah diselesaikan
dengan cara yang tepat agar kesalahan tersebut tidak berlanjut di masa yang
akan datang.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Proses afiksasi adalah salah satu proses morfemis yang sering
menjadi permasalah dalam penulisan kalimat bagi siswa MI. Misalnya, kesalahan
penggunaan prefiks di-, kesalahan peluluhan dan kesalahan bentuk
afiksasi lainnya. Hal ini disebabkan karena adanya suatu bentuk
penyepelean afiksasi pada siswa MI. Hal ini mereka lakukan karena adanya
anggapan bahwa ‘afiksasi itu mudah’. Secara kasat mata, anggapan ini memang
benar. Tapi, jika benar-benar diperhatikan, afiksasi itu amatlah sulit karena harus
diperhatikan dengan teliti dan dipahami dengan cermat. Seperti, jika rumah diberi
prefiks di- maka akan menjadidi rumah bukanlah dirumah. Yang
membedakan kedua kata tersebut adalah prefiks di-digabung dan tidak
digabung dengan kata dasarnya. Hal ini terjadi karena adanya aturan tata bahasa
prefiks di- yaitunya jika kata dasarnya menunjukan tempat maka
prefiks di-dipisahkan dengan kata dasarnya. Permasalahan afiksasi
lainnya adalah pada kata yang harus luluh dan tidak luluh ketika diberi
afiksasi. Misalnya, kata me+sapu akan berubah menjadimenyapu. Dalam
kata tersebut tampak peluluhan huruf s yang menyebabkan prefiks me-menjadi meny-.
Menulis kalimat itu memanglah perkara mudah, tapi ketika
berbicara tentang penggunaan afiksasi yang benar, ini amatlah sulit karena
tidak adanya pengetahuan yang mendalam tentang afiksasi tersebut. Oleh karena
itu sebaiknya para pendidik sebagai pemberi wawasan, hendaklah cermat dalam
memberi pelajaran mengenai afiksasi tersebut sehingga tidak terjadi lagi
kesalahan penggunaan afiksasi pada siswa MI tersebut.
B. Saran
Permasalahan ketidaktepatan penggunaan afiksasi ini tidak hanya
akan dihadapi pada jenjang sekolah dasar saja. Pada jenjang sekolah menengah
dan perguruan tinggipun, kesalahan penggunaan afiksasi masih sering
ditemukan. Jadi, ketika jenjang sekolah dasar sebaiknya pendidik
memperhatikan dan mengatasi hal ini dengan serius sehingga kesalahan afiksasi
dapat diminimalisir pada jenjang pendidikan berikutnya.
Kata-kata
sulit:
1.
Gramatikal=menurut tata bahasa/ sesuai dg tata
bahasa.
2.
Structural= berkenaan dg struktur
3.
Morfem= satuan bhs terkecil yg mempunyai mkna
dan tdk dpt dibagi atas bagian mkna yg lbih kecil.
4.
Derivatif=
berasal dari dasar kt yg memperoleh imbuhan.
5.
Ekuivalen= mempunyai nilai( ukuran, arti, atau
efek) yg sama;seharga;sebanding;sepadan.
6.
Inflektif= perubahan bentuk kata(dlm bhs
fleksi)yg menunjukkan berbagai hubungan gramatikal (spt
deklinasi,pronominal,adjectiva, dan konjugasi verba)
-
Deklinasi (perubahan kearah yg lbih kecil,
lemah, atau rendah)
-
Pronominal (kt gnti)
-
Adjectiva (kt yg menerangkn nomina(kt bnda) yg
secara umum dpt bergbung dg kt lebih
dan sangat)
-
Konjugasi (perubhn bntuk verba yg berhubungn dg
jumlh,jnis klmin,modus dan wktu)
7.
Prefix= imbuhn yg ditmbhkn pd bgian awl sebuah
kt dsr atau bntuk dsr;awaln ber.
8.
Infiks= morfem yg disisipkn ditengh kt;sisipn:kt
gemetar berasal dri kt getar.sisipn em.
9.
sufiks, = ditmbhkn pd bgian blkng kt dsr.msl;an,kan,i.
10.
konfiks= afiks tunggl yg trjdi dri dua unsur yg terpish(msl ke-an dl kemerdekaan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar